DaerahPesona Indonesia

Asal Usul Kue Apem dan Tradisi Mengarak

Kue Apem dan tradisi mengarak gunungan apem keliling kota

 

Apem dimbil dari bahasa  Arab  Afwan atau Afuwwun yang berarti ampunan/ permohonan maaf. Lidah orang Jawa lah yang kemudian menyebutnya menjadi apem. Menurut riwayat, kue apem (afwan) dibawa ke tanah Jawa oleh Ki Ageng Gribig, keturunan Prabu Brawijaya sepulangnya dari Tanah Suci Makkah. Karena jumlahnya yang terlalu sedikit untuk bisa dibagi-bagikan kepada tetangganya, maka kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya. Karena dibuat ulang, maka seluruh penduduk bisa ikut menikmatinya. Dari situlah kemudian kue apem mulai dibuat oleh orang jawa.

Sedangkan versi lain ada pula yang menyebutkan bahwa kue apem berasal dari India. Mereka yang menyebut kue ini berasal dari India memperlihatkan adanya kesamaan nama pada kue ini dengan kue yang ada di India. Jika masyarakat jawa menyebutnya ”apem”, maka di India ada yang disebut “Appam” . Di India, kue apem juga terbuat dari tepung beras dan santan, namun beberapa variasi ada juga yang menggunakan susu sapi sebagai pengganti santan. Di India, kue apem biasa disantap dengan kari ayam atau ikan atau menggunakan saus bumbu pedas yang mirip seperti sambal.

Dari kedua versi tersebut, tampaknya versi pertamalah yang cukup populer ditelinga kita. Sebagaimana telah disebutkan bahwa nama apem berasal dari bahasa Arab Afwan, maka kue apem juga merupakan simbol permohonan ampunan. Dalam budaya Jawa, kue apem biasanya dibuat pada saat selamatan orang yang sudah meninggal, termasuk pada tradisi megengan jelang bulan suci Ramadhan.

Di daerah Klaten, Jawa Tengah, juga terdapat sebuah tradisi memperebutkan apem pada acara  “Megengan”. Megengan berasal dari bahasa Jawa ‘megeng’ yang berarti menahan diri, atau bisa diartikan sebagai puasa itu sendiri. Perayaan megengan selalu dirayakan dengan meriah. Kue apem disusun dalam dua gunungan yaitu gunungan lanang dan gunungan wadon dan kemudian diarak keliling kota. Biasanya apem dalam acara ini disusun menggunung hingga beratnya mencapai ton-tonnan agar bisa memenuhi kebutuhan penduduk di sana. Setelah arak-arakan selesai, masyarakat akan saling berebut kue apem sebagai simbol pengharapan berkah.

Tradisi megengan ini bermula dari kisah Ki Ageng Gribig atau Sunan Geseng, salah satu murid Sunan Kalijaga, yang waktu itu baru pulang ibadah haji. Saat melihat penduduk Desa Jatinom, salah satu daerah di Klaten, banyak yang menderita kelaparan, Ki Ageng Gribig kemudian membuat kue apem yang konon mulanya berasal dari Arab dan membagi-bagikannya kepada penduduk yang kelaparan. Ki Ageng Gribig juga mengajak para penduduk untuk mengucapkan lafal dzikir Ya Qowiyyu (Allah Yang Maha Kuat). Para penduduk itu pun menjadi kenyang. Hingga kini, masyarakat Klaten masih melestarikan tradisi yang juga disebut Ya Qowiyyu ini setiap sebelum bulan Ramadhan.

Makna Filosofis Kue Apem

Apem berasal dari kata afwan atau afwan yang berarti permintaan maaf. Maka dari kue apem ini dapat diambil filosofi bahwa kita sebagai manusia diharapkan selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Itu sebabnya mengapa dalam tradisi megengan identik dengan membagi kue apem kepada para tetangga atau saudara, sebagai simbol meminta maaf sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Selain bermakna permohonan maaf, kue apem juga memiliki makna filosofi lain. Di daerah Madura, Masyarakat di sana, khususnya Sumenep juga memiliki tradisi apeman. Cara pembuatannya pun sama. Maknanya juga hampir sama, yakni menunjukkan adanya tali silaturahmi karena nantinya juga dibagikan kepada tetangga atau santri (bila di lingkungan pesantren). Waktu pelaksanaan pembuatannya pun juga sama yakni pada saat menjelang bulan puasa.

Sedangkan di daerah Cirebon, kue apem juga dimaknai sebagai kue kebersamaan. Masyarakat Cirebon biasa membuat kue apem pada bulan Sapar (bulan kedua dalam kalender Hijriyah). Kue-kue apem tersebut kemudian dibagikan kepada para tetangga. Tradisi ini menunjukkan bahwa masyarakat saling membantu dengan sarana kue apem tersebut. Selain itu, kue putih agak kecokelatan dan cukup kenyal ini juga dipercaya penduduk sekitar sebagai penolak bala. Demikianlah Asal Usul kue apem dan makna filosofisnya, ternyata banyak filosofi yang bisa digali dari jajanan kuliner khas Jawa ini. Semoga bermanfaat. Diolah dari berbagai sumber.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button

AdBlock Terdeteksi!

Silahkan matikan / whitelist website ini jika anda menggunakan AdBlock Extension. Iklan dari website ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis kami. Terima Kasih. - Please turn off / whitelist this website if you're using AdBlock Extension. Advertising from this website is vital for the sustainability of our business. Thank You.