Rajin Menanam, Anis Hidayah Tak Perlu Beli Sayuran
DEPOK,BI – Tanaman lada tumbuh subur di depan rumah dua lantai di Depok itu. Merambat di pagar, kanopi, dan dinding rumah.
Saking lebatnya, bagian depan rumah milik Anis Hidayah itu tidak terlihat dari jalan. Buah lada yang masih hijau hanya terlihat di beberapa bagian.
”Ini habis dipanen,” tutur Anis yang juga ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care saat ditemui.
Selain lada, tanaman pangan yang lain juga tumbuh subur di pekarangan dan depan pagar yang mengelilingi rumah. Ada tebu, pohon mangga, jambu biji, jambu air, rambutan, durian, nanas, dan sejumlah pohon nangka.
Satu buah nangka yang masih muda menggantung persis di depan pintu pagar besi. Buah nangka sudah habis dipetik. Perempuan kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, itu membagikan nangka ke tetangga dan beberapa teman aktivis. ”Ada yang minta dikirim pakai Go-Send,” terang pendiri Migrant Care itu.
Di pekarangan rumah Anis juga terdapat dua kolam ikan. Kolam yang satu diperuntukkan ikan lele dan satunya lagi untuk ikan sepat. Ada juga kandang ayam. Beberapa ekor ayam petelur dan ayam kalkun berada di kandang. Terlihat pula beberapa ekor angsa. Tak jauh dari kandang ayam yang ditutup dengan jaring itu terdapat drum biru. Drum itu berisi pupuk cair yang dibuat sendiri oleh Anis.
Kompos cair itulah yang digunakan untuk menyuburkan tanaman. Dia juga membagikan pupuk cair itu kepada para tetangga dan kenalannya.
Yang terlihat di depan pekarangan rumah itu hanya pohon-pohon besar. Bagaimana dengan tanaman pangan lain yang ukurannya lebih kecil?
Anis pun mengajak Jawa Pos melihat Oriswa Organic Garden yang berada di rooftop rumah. Oriswa diambil dari dua nama anaknya, yaitu Diya Orien dan Sakwa Vieda. Orien-Sakwa disingkat Oriswa.
Kebun yang berada di atap rumah itu sangat hijau. Penuh dengan berbagai tanaman pangan. Semuanya organik karena tidak menggunakan pupuk kimia.
Semua bahan untuk memasak ada di kebun mini tersebut. Jenis tanamannya sangat beragam. Banyak tanaman yang tidak dijumpai di petani kebanyakan.
Alumnus Universitas Negeri Jember (Unej) itu mengatakan, yang ditanam adalah tanaman yang dikonsumsi setiap hari. Misalnya, sayur bayam, kangkung, sawi, kol, kacang panjang, terong, pare, kemangi, tomat, dan cabai.
Anis juga menanam selada, bawang merah, jagung, dan sorgum. Selain jagung biasa, Anis menanam jagung pulut yang berwarna putih-ungu.
Menurut dia, total ada 53 jenis sayuran dan tanaman pangan yang tumbuh di kebunnya. Tanaman itu tumbuh di 600 pot. Dengan banyaknya sayuran dan tanaman pangan, dia dan keluarga bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dari hasil panen di kebun. Bahkan, hasil panen berlebih dan dibagikan ke tetangga dan teman-temannya.
Praktis, Anis tidak pernah pergi ke pasar untuk membeli sayur. ”Dulu seminggu sekali saya ke pasar untuk stok sayur, sekarang tidak lagi. Semuanya ada di sini,” ucapnya sembari menunjukkan tanamannya.
Anis juga membentuk komunitas penggiat tanaman pangan di kalangan aktivis HAM dan perempuan dengan nama Urban Farming Club (UFC) yang berdiri setahun. Mereka sering berbagi ilmu dan hasil panen. Mereka sering panen bersama. ”Kami juga sering saling kirim hasil panen,” kata dia.
Dia memanfaatkan media sosial (medsos) untuk kampanye tanaman organik. Dia selalu mem-posting hasil panen, pupuk cair, dan kondisi tanaman. Banyak follower-nya yang kemudian tertarik mengikuti.
Bahkan, dia pernah membuat gerakan donasi benih. Ternyata, yang berdonasi sangat banyak. Ada sekitar 1.000 paket benih yang terkumpul. Dia pun mengirimkan ke seluruh Indonesia.
Bagaimana dengan kegiatannya sebagai aktivis buruh migran dan HAM? Anis mengatakan, dirinya tetap aktif. Hampir setiap hari dia mengisi diskusi daring.