Dihampiri La Nina, Waspada Banjir danTanah Longsor
Jakarta, BI – BMKG mengeluarkan peringatan dini kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi dalam periode sepekan ke depan atau terhitung 31 Oktober sampai 6 November 2021.
Daerah dan pemangku kepentingan setempat diharapkan mengantisipasi dampak dari fenomena suhu Lautan Pasifik La Nina yang sebelumnya dinyatakan berada pada level lemah hingga sedang (moderat).
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, dalam seminggu ke depan terdapat potensi signifikansi dinamika atmosfer yang dapat berdampak pada peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia.
Selain La Nina, saat ini ada juga fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin yang tengah aktif. Dalam dinamika atmosfer lokal, ada potensi belokan dan perlambatan angin yang bisa meningkatkan pola konektivitas dan pertumbuhan awan hujan.
”Diprediksi, aktifnya fenomena MJO, gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia dalam beberapa hari ke depan,” jelas Guswanto kemarin (31/10). Potensi hujan lebat dengan intensitas sedang hingga lebat dapat disertai kilat/petir dan angin kencang. Kondisi itu diprediksi terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Namun, berdasar analisis cuaca berbasis dampak (impact based forecast), ada enam daerah yang berpotensi terdampak bencana banjir bandang dengan kategori siaga. Yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan, fenomena La Nina yang diprediksi bakal terjadi di pengujung 2021 akan mengancam ketahanan pangan. Dua sektor yang dinilai akan sangat terdampak adalah sektor pertanian dan perikanan. ”Pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada dua sektor tersebut. Sebab, dampaknya akan mengancam ketahanan pangan karena berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama, dan penyakit tanaman serta mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air,” kata Dwikorita Kamis (28/10).
Di sektor perikanan, pasokan ikan akan berkurang drastis karena nelayan tidak bisa melaut. Kalaupun melaut, kata Dwikorita, tangkapannya tidak akan maksimal akibat tingginya gelombang. Kondisi itu juga akan berakibat mahalnya hasil laut di pasaran.
Dwikorita menerangkan, La Nina adalah fenomena mendinginnya suhu muka laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normal. Kondisi tersebut memengaruhi sirkulasi udara global yang mengakibatkan udara lembap mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia. ”Akibatnya, di Indonesia banyak terbentuk awan dan diprediksi kondisi ini bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah tanah air,” jelasnya. Kondisi itu berpotensi berlangsung dengan intensitas lemah-sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
”Sebagai langkah mitigasi guna meminimalkan risiko, BMKG terus melakukan sekolah lapang iklim (SLI) dan sekolah lapang cuaca nelayan (SLCN). Karena meski La Nina adalah ancaman, namun di sisi lain ada hal positif yang dibawa,” imbuhnya.
Beberapa hal positif itu akan dirasakan petani dan pekerja sektor kelautan. Sebab, fenomena La Nina akan menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian. Sedangkan bagi pekerja di sektor kelautan, La Nina membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir yang bisa dimanfaatkan nelayan tambak budi daya dan garam.[Jawapos]