Jokowi Akui Gagal Turunkan Harga Minyak Goreng Jadi Stop Ekspor
Jakarta, BI – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bahwa serangkaian kebijakan pemerintah dalam mengatasi mahalnya harga dan kelangkaan minyak goreng di masyarakat gagal. Pasalnya, meski pemerintah sudah mengeluarkan banyak jurus, hingga saat ini masalah tersebut tak kunjung usai.
“Saya sebagai presiden tak mungkin membiarkan itu terjadi. Sudah 4 bulan kelangkaan berlangsung dan pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan, namun belum efektif,” kata Jokowi[27/4].
Dengan begitu, kepala negara memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng dari seluruh wilayah Tanah Air, termasuk kawasan berikat. Ia pun mewanti-wanti kepada seluruh pelaku usaha minyak goreng untuk melihat masalah ini dengan lebih jernih dan lebih baik.
Jokowi menambahkan bahwa kebutuhan masyarakat akan minyak goreng sebenarnya dapat dengan mudah terpenuhi. Terlebih, kapasitas produksi bahan baku minyak goreng jauh lebih besar dari kebutuhan dalam negeri.
“Prioritaskan di dalam negeri, penuhi kebutuhan rakyat. Semestinya kalau melihat kapasitas produksi, kebutuhan dalam negeri bisa dengan mudah tercukupi,” ujarnya.
Jokowi pun berjanji bahwa kebijakan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng keluar negeri akan dicabut apabila kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
“Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, tentu saya akan cabut larangan ekspor karena saya tahu negara perlu pajak, negara perlu devisa, negara perlu surplus neraca perdagangan, tapi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat adalah hal yang lebih penting,” tutupnya.
Harga minyak goreng melesat sejak Agustus 2021 lalu dari yang awalnya hanya Rp14 ribu per liter menjadi Rp20 ribu. Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan banyak kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng itu.
Pertama, meluncurkan minyak goreng kemasan sederhana Rp14 ribu per liter di ritel dan pasar tradisional secara bertahap pada Januari-Juni 2022. Total minyak goreng yang digelontorkan Rp2,4 miliar liter.
Untuk menyediakan minyak goreng ini pemerintah menggelontorkan subsidi Rp7,6 triliun yang diambilkan dari dana perkebunan kelapa sawit
Kedua, menerapkan kewajiban bagi produsen memasok minyak goreng di dalam negeri (DMO) sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan harga domestik (DPO) mulai 27 Januari lalu. Dengan kebijakan itu harga eceran tertinggi ditetapkan menjadi tiga.
Yaitu; minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter. Harga mulai berlaku 1 Februari 2022.
Meskipun pemerintah sudah jungkir balik mengendalikan harga minyak goreng, yang terjadi malah sebaliknya; muncul masalah baru. Untuk kebijakan satu harga Rp14 ribu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menyebut kebijakan itu membuat masyarakat menyerbu minyak goreng di ritel.
Akibatnya, minyak goreng jadi langka di pasaran. Pun begitu dengan kebijakan DMO dan DPO.
Karena tak efektif, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan baru; mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng premium dan menyerahkan harganya ke mekanisme pasar dan menaikkan harga eceran tertinggi minyak goreng curah jadi Rp14 ribu per liter.
Setelah kebijakan itu dikeluarkan, harga minyak goreng kemasan melesat jadi sekitar Rp25 ribu per liter. Pun begitu dengan minyak goreng curah. Meski HET sudah ditetapkan Rp14 ribu per kg, sampai saat ini harga minyak goreng curah masih di atas Rp22 ribu per liter.(uli/fry)