KesehatanLifestyleSehat dan BugarWanita

Seberapa bahayakah Jamur Kapang di Baju

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan membakar pakaian-pakaian bekas impor sebanyak 750 bal senilai Rp9 miliar. Tindakan ini untuk mencegah masyarakat Indonesia dari bahaya jamur kapang yang ada di pakaian seken tersebut.

Selain karena alasan itu, Mendag Zulkifli Hasan juga berharap dengan menghilangkan pakaian-pakaian impor bekas tersebut, masyarakat bisa lebih menghargai brand fashion lokal.

Menjadi pertanyaan sekarang, apa benar jamur kapang yang ada di baju bekas berbahaya bagi kesehatan?

Jamur kapang yang ada di baju bekas memang bisa memberi dampak buruk bagi kesehatan. Penyakit yang bisa muncul dari paparan jamur kapang antara lain iritasi kulit hingga alergi parah.

Jamur yang muncul di pakaian kebanyakan punya ciri-ciri seperti berwarna putih atau terkadang hitam kehijauan. Jamur tersebut ada di permukaan pakaian dan sejatinya bisa terlihat oleh kasat mata.

Tak hanya itu, ada aroma khas juga dari jamur ini saat tumbuh di pakaian. Bau yang muncul adalah bau apek sekaligus bau tanah. Selain itu, pada beberapa jamur, saat Anda menyentuh pakaian, ada sensasi berlendir yang terasa di telapak tangan.

Menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, itu sangat tergantung dari seberapa banyak jamur yang terpapar. Kalau dalam jumlah banyak, masalah bukan hanya ada di kulit tapi juga sistem pernapasan.

“Kalau Anda super sensitif, jamur di pakaian bisa menyebabkan alergi hingga ruam kulit. Bahkan, Anda bisa mengalami kelelahan, sakit kepala, dan pusing,” terang laman Bst Mold kembali.

Di sisi lain, peneliti di Iran pernah melakukan studi soal pakaian bekas ini dan benar bahwa jamur yang ada di pakaian seken berbahaya bagi kesehatan.

Studi dilakukan pada 800 pakaian bekas, 400-nya adalah pakaian bebas yang dicuci, sisanya tidak dicuci. Pakaian bekas ini dikumpulkan dari 2018-2019 di Teheran, Iran.

Deteksi jamur dan parasit dilakukan dengan teknik pita transparan menggunakan pita transparan persegi panjang berukuran 2×6 cm. Sisi perekat ditempatkan di pakaian, lalu ditarik, dan dipisahkan. Pita perekat tersebut dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

Pengerjaan di laboratorium dikerjakan dengan pertama-tama perekat ‘dibanjur’ setets laktofenol untuk memisahkan parasit dengan perekatnya. Kemudian, cairan yang terkumpul diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 4 dan 10 X. Analisis statistik menggunakan SPSS 14. Uji Chi-square diterapkan untuk menentukan signifikansi asosiasi untuk prevalensi parasit.

Kalau Pediculus spp, parasit ini bisa menyebabkan demam hingga tipes. Lalu, kalau Sarcoptes scabiei menyebabkan rasa gatal dan lecet yang hebat, dan untuk Enterobius egg adalah masalah di kulit yang berarti.

“Kesimpulannya, kasus ditemukannya parasit berbahaya di baju bekas tidak dicuci cukup tinggi. Pakaian bekas secara umum dapat menularkan penyakit kulit dan rambut, khususnya pedikulosis dan kudis. Selain itu, penting untuk mencuci bersih pakaian bekas ini, disetrika, lalu didesinfeksi untuk mengurangi kemungkinan penularan patogen ke manusia,” ungkap studi tersebut. (DRM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Back to top button

AdBlock Terdeteksi!

Silahkan matikan / whitelist website ini jika anda menggunakan AdBlock Extension. Iklan dari website ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis kami. Terima Kasih. - Please turn off / whitelist this website if you're using AdBlock Extension. Advertising from this website is vital for the sustainability of our business. Thank You.