Ganas Comunity – JBMI Taiwan Inginkan KDEI Lebih Melindungi PMI
Taipei, BI [04/08] – Kasus Pekerja Migran Indonesia [PMI] yang menjadi korban kekerasan dan plecehan seksual di Keelung,New Taipei City,Taiwan ROC mendapatkan respon keras dari Ganas Community – JBMI Taiwan.
Dikutip dari halaman faceboook JBMI, sebagai organisasi pekerja migran yang dibangun dengan visi misi menjadikan PMI sadar akan hak dan kewajiban sebagai pekerja migran, Ganas Community – JBMI Taiwan menyatakan apresiasi atas upaya Shelter SPA dan seluruh pihak yang mendukung dan mendampingi PMI dalam mengupayakan hak ketika diperlakukan secara tidak adil dan biadap oleh majikan dengan mengadakan gelar konferensi pers di Legislatif Yuan untuk menguak kasus ini ke publik pada tanggal 2 Agustus 2024.
Ganas Community turut mengecam tindakan majikan dan juga menyayangkan tragedi ini sebab diluar batas kemanusiaan dan merugikan korban selaku sesama kami sebagai pekerja migran.
Sudah seharusnya dan secepatnya otoritas Taiwan merubah dan merevisi undang undang serta aturan terkait kasus ini, supaya kami sebagai pekerja migran merasa aman dan terlindungi untuk bekerja di Taiwan.
Seperti diungkap dalam gelar media bahwa begitu banyak kekurangan otoritas Taiwan mulai dari Depnaker setempat,kepolisian hingga Kementerian Tenaga Kerja sehingga tragedi seperti ini muncul di publik.
Dengan mengetahui bahwa timbulnya kejadian yang tidak manusiawi dan telah menimpa diantara kami maka sudah seharusnya dan secepatnya semua pihak pemangku kebijakan pekerja migran mengambil tindakan.
Merubah undang undang serta lebih memperhatikan baik kepada pekerja migran ,majikan maupun pihak ketiga dalam hal ini agensi sebagai perantara agar semua berjalan dengan baik dan adil sesuai tugas serta fungsinya.
Dan melindungi juga bukan hanya menjadi tugas otoritas Taiwan sebagai wilayah kerja pekerja migran namun juga tugas dan tanggungjawab dari pemerintah Indonesia selaku negara pengirim dalam hal ini adalah KDEI Taipei, yaitu perwakilan RI.
Seharusnya dari kasus ini KDEI Taipei juga mengambil peran penting dalam kasus ini dan segera mengambil tindakan sebagai antisipasi agar tidak ada tragedi yang menimpa diantara kami tanpa menunggu pengaduan.
Tata kelola PMI yang diserahkan kepada pihak ketiga dalam hal ini agensi sering menimbulkan kejadian kekerasan kerja,pembungkaman PMI untuk menuntut hak nya,tereksploitasi dan menjadikan PMI sapi perah ditempat kerja.
Dalam kasus ini seharusnya KDEI menempatkan dirinya untuk melindungi PMI secara maksimal. Dengan mengadakan pengawasan langsung maupun tidak kepada PMI misalkan kunjungan maupun melalui telepon secara berkala.
“Bukankah pemerintah mempunyai data PMI melalui PK (Perjanjian Kontrak) yang dilegislasi oleh KDEI baik untuk PMI yang baru datang maupun yang telah melakukan perpanjangan kontrak di Taiwan?” ….
Pemerintah Indonesia telah mewajibkan bagi PMI nya untuk leges PK dengan membayar biaya sebagai pajak yang masuk ke negara RI ditambah biaya Jamsos agar leges turun sehingga pemasukan negara bertambah namun perlindungan secara nyata tidak ada.
Oleh karena itu dalam kasus ini KDEI dan pemerintah Indonesia seharusnya merasa malu atas kejadian yang menimpa rakyatnya sebab selama ini hanya memikirkan devisa dan strategi mengumpulkan uang dari pekerja migran!
PMI terpaksa meninggalkan keluarga karena ketidakmampuan negara menyediakan lapangan kerja dan pendapatan yang layak bagi warganya.
Sementara kami di Taiwan menghadapi berbagai masalah karena diskriminasi hukum yaitu PRT tidak terlindungi UU Ketenagakerjaan sehingga muncul kasus kekerasan fisik dan seksual seperti yang terjadi baru ini.
Peran negara RI dalam kasus ini sangat dibutuhkan mulai dari perlindungan terhadap PRT yang harusnya makin ditingkatkan agar negara hadir untuk PMI dan keluarganya bukan sekedar jargon semata.Dan PMI bukan menjadi tumbal devisa.[BI]