Lifestyle

Tradisi Idul Fitri Dan Kaitannya Dengan Psikologi

Jakarta, BI – Dalam beberapa studi psikologi, ditemukan bahwa hanya segelintir orang yang benar-benar memaafkan dengan tulus. Sebagian lainnya hanya menjalankan tradisi ini sebagai bentuk formalitas atau praktik keagamaan, sementara sebagian lainnya memilih untuk melupakan kesalahan yang terjadi tanpa benar-benar memaafkan (forgiving vs. forgetting). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masih adanya kemarahan yang terpendam, trauma, atau dampak buruk dari pengalaman tersebut.

Psikologi di Balik Konsep Memaafkan

Konsep maaf (forgiveness) dalam psikologi pertama kali diperkenalkan oleh Enright, Santos, dan Al-Mabuk pada tahun 1989. Mereka mendefinisikan memaafkan sebagai suatu proses kompleks yang melibatkan aspek afeksi, kognitif, perilaku, dan interpersonal. Secara psikologis, memaafkan tidak hanya berarti menghapus kesalahan seseorang, tetapi juga melibatkan kemampuan individu untuk mengesampingkan perasaan negatif dan menggantinya dengan belas kasih serta penerimaan.

Worthington (2003) kemudian mengembangkan teori yang membagi konsep memaafkan menjadi dua tipe utama:

– Decisional Forgiveness: Keputusan sadar seseorang untuk bersikap baik terhadap orang yang pernah menyakitinya, tanpa harus mengubah perasaan yang ada di dalam dirinya.

– Emotional Forgiveness: Proses pemaafan yang terjadi ketika seseorang benar-benar melepaskan emosi negatif dan tidak lagi merasakan dendam atau sakit hati terhadap pelaku.

Studi menunjukkan bahwa emotional forgiveness lebih efektif dalam mengurangi beban emosional dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam jangka panjang. Sementara decisional forgiveness dapat memberikan ketenangan lebih cepat, tetapi sering kali tidak menyelesaikan perasaan negatif sepenuhnya.

Memaafkan dan Kaitannya dengan Kesehatan Mental dan Fisik

Dilansir dari Antara, Psikolog, Meriyati mengungkapkan bahwa memaafkan bukan hanya tindakan sosial, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan mental dan fisik. Ketika seseorang menyimpan amarah atau dendam, tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, gangguan kecemasan, bahkan depresi.

Beberapa penelitian lain juga mengungkapkan bahwa individu yang mampu memaafkan cenderung memiliki:

– Respon stres yang lebih rendah, dengan tekanan darah dan detak jantung yang lebih stabil.
– Kesehatan jantung yang lebih baik, karena stres yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
– Hubungan sosial yang lebih harmonis, karena tidak adanya perasaan negatif yang tertahan dalam interaksi sosial.

Langkah-langkah Memaafkan dengan Tulus

Menurut para psikolog, memaafkan bukanlah proses instan, tetapi dapat dilatih dengan langkah-langkah berikut:

1. Mengakui dan menerima emosi

Jangan menyangkal perasaan marah atau kecewa. Mengakui emosi adalah langkah pertama untuk bisa benar-benar melepaskannya.

2. Menjaga perspektif positif

Sadarilah bahwa memaafkan adalah untuk kebaikan diri sendiri, bukan untuk membebaskan orang lain dari tanggung jawab.

3. Mencoba memahami alasan di balik tindakan orang lain

Ini bukan berarti membenarkan kesalahan mereka, tetapi membantu kita melihat situasi dari sudut pandang yang lebih luas.

4. Melatih empati

Coba bayangkan bagaimana jika kita berada di posisi orang tersebut, apakah kita juga mungkin melakukan kesalahan yang sama?

5. Mengekspresikan perasaan dengan cara yang sehat

Bisa dengan menulis jurnal, berbicara dengan orang yang dipercaya, atau melakukan meditasi.[*/BI]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Terkait

Lihat Juga Berita Ini :
Close
Back to top button

AdBlock Terdeteksi!

Silahkan matikan / whitelist website ini jika anda menggunakan AdBlock Extension. Iklan dari website ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis kami. Terima Kasih. - Please turn off / whitelist this website if you're using AdBlock Extension. Advertising from this website is vital for the sustainability of our business. Thank You.