PMI Tewas Disiksa Oleh Eks Finalis MasterChef Malaysia dan Mantan Suami

Kuala Lumpur, BI [25/06] — Tragedi memilukan menimpa seorang Asisten Rumah Tangga (ART) bernama Nur Afiyah Daeng Damin (28), yang meninggal dunia akibat penyiksaan brutal di tangan majikannya.
Pengadilan Tinggi Kota Kinabalu memvonis Etiqah Siti Noorashikeen, mantan finalis MasterChef Malaysia, dan mantan suaminya Mohammad Ambree Yunos, dengan hukuman 34 tahun penjara. Ambree juga dijatuhi tambahan 12 kali cambuk.
Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di unit apartemen Amber Tower, Lido Avenue, Penampang, Sabah, pada 13 Desember 2021, pukul 20.54 malam. Menurut laporan forensik, ia dalam keadaan tertelungkup, setengah telanjang, tidak sadarkan diri, dan tubuhnya penuh luka, khususnya di bagian wajah dan mulut.
Penyiksaan diyakini terjadi selama 3–5 hari sebelum kematiannya, antara 8–11 Desember 2021.
Selama periode tersebut Nur Afiyah tidak hanya diperlakukan kasar secara fisik, tapi juga mengalami penganiayaan psikologis dan dibiarkan tanpa pengobatan meski menunjukkan luka infeksi serius.
Korban diduga dipukuli, dipaksa bekerja dalam kondisi lemah, dan tidak diberi makan layak.Forensik menemukan necrotising fasciitis (infeksi jaringan lunak yang menyebar cepat dan mematikan) akibat luka terbuka yang tidak dirawat secara sengaja.
Pemeriksaan ahli forensik Dr. Jessie Hiu mengungkapkan bahwa infeksi tersebut sangat menyakitkan, dan korban kemungkinan besar meninggal perlahan-lahan karena sepsis dan kegagalan organ.
Laporan forensik paling mengerikan datang dari dokter gigi forensik Dr. Norhayati. Ia menemukan:
6 gigi permanen depan rusak, dua di antaranya mengalami fraktur hingga akar.
Luka robek dan pembusukan parah di gusi, tanpa tanda-tanda penyembuhan—menandakan penyiksaan terjadi mendekati waktu kematian.
Menurutnya, ada upaya eksplisit untuk mencabut gigi korban secara paksa, kemungkinan menggunakan alat seperti tang, tanpa bius atau alat medis.
“Trauma ini tidak bisa terjadi secara alami. Ini akibat tekanan keras. Rasa sakitnya luar biasa, pada skala 10 dari 10,” ungkap Dr. Norhayati di pengadilan.
Meski terdakwa tidak secara gamblang mengakui motifnya, jaksa menyampaikan indikasi bahwa pelaku melakukan penyiksaan karena:

- Ketidakpuasan terhadap pekerjaan korban sebagai ART.
Adanya unsur sadisme dan dominasi kekuasaan, di mana korban sebagai pekerja migran tidak memiliki kemampuan melawan atau mengakses pertolongan. - Kedua terdakwa juga tidak mencari bantuan medis untuk korban, meskipun luka dan infeksi sudah terlihat jelas, yang dinilai sebagai unsur kesengajaan membiarkan korban menderita hingga meninggal.
- Upaya pembelaan dari Etiqah dan Ambree bahwa kematian terjadi karena “kelalaian” ditolak hakim, yang menilai ada unsur kekerasan terencana dan sistematis.
Pada 20 Juni 2025, hakim menyatakan keduanya bersalah atas pembunuhan tanpa niat awal tetapi dengan unsur kekerasan berat (Pasal 304 Kanun Keseksaan). Mereka dijatuhi hukuman 34 tahun penjara masing-masing. Ambree dikenakan cambuk karena pria, sedangkan Etiqah dikecualikan.
Pihak Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur menyampaikan belasungkawa dan menegaskan komitmen memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Organisasi HAM dan pegiat buruh migran mendesak agar kasus ini menjadi pelajaran penting untuk reformasi sistem kerja domestik lintas negara, terutama perlindungan ART di Malaysia.[BI]