Benarkah Stres Bisa Bikin Rambut Rontok?

Jakarta, BI [27/10] – Saat tubuh mengalami stres ekstrem, folikel rambut bisa berhenti tumbuh, bahkan sistem imun bisa keliru dan menyerang akar rambut itu sendiri. Akibatnya, rambut jadi mudah rontok dan susah tumbuh kembali.
Biasanya, manusia kehilangan sekitar 50 hingga 100 helai rambut per hari. Tapi, ketika stres datang dalam jangka panjang, jumlah helai yang rontok bisa jauh lebih banyak. Meskipun tidak semua kasus rambut rontok disebabkan stres, tekanan emosional atau mental yang berat bisa memperburuk kondisinya.
Menurut Medical News Today, hubungan antara stres dan rambut rontok memang sudah terbukti secara ilmiah. Stres kronis bisa menyebabkan peradangan di sekitar folikel rambut melalui pelepasan hormon seperti kortisol dan corticotropin-releasing hormone. Hormon ini mengganggu mekanisme pertumbuhan rambut, sehingga folikel berhenti aktif dan rambut lebih mudah rontok.
Penelitian pada tahun 2021 terhadap tikus juga menemukan bahwa peningkatan kadar hormon stres menyebabkan siklus pertumbuhan rambut melambat. Ketika stres dibiarkan, rambut bisa tetap berada dalam fase istirahat (telogen) lebih lama, dan sulit memasuki fase pertumbuhan baru.
Dilansir dari Mayo Clinic, ada tiga jenis rambut rontok yang paling sering muncul akibat stres tinggi. Masing-masing punya mekanisme dan gejala yang berbeda, tapi semuanya bisa pulih bila stres berhasil dikelola dengan baik. Yuk, kenali satu per satu, Beauties!
a. Telogen Effluvium
Dalam kondisi ini, stres berat mendorong banyak folikel rambut masuk ke fase istirahat sekaligus. Beberapa bulan kemudian, rambut akan mulai rontok dalam jumlah besar, bahkan hanya saat kamu menyisir atau mencuci rambut.
Kabar baiknya, kondisi ini biasanya bersifat sementara. Ketika stres mulai terkendali dan tubuh kembali seimbang, rambut bisa tumbuh lagi secara perlahan. Jadi, kamu nggak perlu panik berlebihan, Beauties. Fokus saja untuk menenangkan pikiran dan memperbaiki gaya hidup agar folikel rambut kembali aktif.
b. Trichotillomania
Nah, kalau kamu pernah merasa ingin mencabut rambut sendiri saat stres, itu bisa jadi tanda Trichotillomania. Menurut Mayo Clinic, ini adalah dorongan tak tertahankan untuk menarik rambut dari kulit kepala, alis, atau bagian tubuh lain. Biasanya, hal ini muncul sebagai reaksi emosional terhadap perasaan tegang, kesepian, atau frustrasi.
Kebiasaan ini bukan sekadar “iseng”, tapi merupakan bentuk pelampiasan stres yang butuh perhatian serius. Jika kamu sulit mengontrolnya, bantuan profesional seperti terapi perilaku kognitif bisa sangat membantu. Dengan belajar mengelola stres dan menggantinya dengan aktivitas positif, kamu bisa mengurangi keinginan mencabut rambut dan menjaga kesehatan kulit kepala.
c. Alopecia Areata
Satu lagi jenis rambut rontok yang bisa dipicu oleh stres berat adalah Alopecia Areata. Dalam kondisi ini, sistem kekebalan tubuh justru menyerang folikel rambut sendiri, menyebabkan area kepala menjadi botak berbentuk bulat. Menurut Mayo Clinic, stres parah bisa memperburuk kondisi ini karena menyebabkan ketidakseimbangan hormon dan inflamasi di kulit kepala.
Biasanya, rambut yang hilang bisa tumbuh kembali setelah stres berkurang dan pengobatan dilakukan. Namun, prosesnya memerlukan waktu dan konsistensi. Jadi, penting untuk tetap menjaga ketenangan pikiran, memperhatikan asupan gizi, serta mengikuti perawatan medis yang disarankan dokter. [BI]



