WHO Sororti Perokok RI Yang Naik Meski Harga Mahal
Jakarta, BI – Perokok di Indonesia saat ini jadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebab meski harga produk rokok telah berkali dinaikkan, jumlah perokok di Indonesia masih terus meningkat. Bahkan bertambah sebanyak 8 juta perokok dalam 10 tahun terakhir.
Melihat harga produk di Indonesia relatif masih lebih murah dibandingkan di negara lain, perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr N Paranietharan, menegaskan pentingnya menaikkan harga produk rokok. Memang meski harga rokok sudah dinaikkan, jumlah perokok tak berhasil ditekan, justru terus meningkat.
Setidaknya, menurut Paranie, tambahan pemasukan dari penjualan rokok bisa dialihkan ke pelayanan kesehatan yang kini terbebani oleh pengobatan penyakit akibat merokok. Mengingat, penyakit akibat rokok sebagian besarnya kronis dan membutuhkan biaya besar.
“Jika tidak demikian, BPJS dan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) setiap tahunnya akan sangat kesulitan untuk menyeimbangkan. Ini adalah akibat efek samping dan penyakit (merokok),” ujar Paranie.
“Sebagian besar penyakit akibat rokok bersifat kronis dan membutuhkan pengobatan yang sangat mahal. Iuran harus digabungkan dengan penjualan rokok dan semua produk tembakau sehingga uangnya bisa dialihkan ke pelayanan kesehatan,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut juga, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menyebut tingginya bea cukai produk rokok tak kunjung menurunkan niat masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi rokok.
Data dari GATS menunjukkan sebanyak 63,4 persen orang dewasa yang saat ini merokok berencana atau mempertimbangkan untuk berhenti merokok.
Dibarengi 38,9 persen perokok yang mengunjungi penyedia layanan kesehatan dalam 12 bulan terakhir dianjurkan untuk berhenti merokok.
Seiring itu, 85,7 persen orang dewasa percaya bahwa merokok menyebabkan penyakit serius dan 80 persen orang dewasa percaya bahwa menghirup asap rokok orang lain menyebabkan penyakit serius pada orang yang sebenarnya bukan perokok [perokok pasif].(vyp/fds)