RI Uji Klinis Herbal, AS Uji Coba Vaksin
Dunia berlomba menciptakan obat antivirus corona baru agar pandemi cepat selesai
BI– Dunia berlomba mencari antivirus dari berbagai sumber, melansir JawaPos.com,penelitian obat herbal untuk melawan Covid-19 terus berlangsung. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menuturkan, untuk menjalankan riset herbal itu, perlu dilakukan eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan bahan-bahan alami. ’’Melalui riset herbal jahe merah, meniran, cordyceps, sambiloto, daun sembung, dan beberapa herbal lainnya, kami fokus ekstraksi dan menghasilkan senyawa aktif sebagai imunomodulator Covid-19,’’ katanya kemarin (19/5).
Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh.
Koordinator penelitian drug discovery and development Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Masteria Yunolvisa mengatakan, saat ini LIPI bersama institusi lain melakukan uji klinis terhadap kandidat imunomodulator yang berasal dari tanaman herbal. Mulai jahe merah, cordyceps, sambiloto, meniran, hingga daun sembung.
Hasil uji klinis akan diformulasikan menjadi imunomodulator bagi pasien Covid-19 yang mengalami pneumonia ringan. ’’Obat herbal ini sifatnya mengobati dan meningkatkan sistem imunitas tubuh untuk melawan infeksi virus,’’ jelasnya. Namun, obat herbal itu tidak berlaku untuk pasien kronis yang membutuhkan ventilator.
Sekretaris Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Erlang Samodro menyatakan, uji klinis imunomodulator akan dilakukan Juni 2020 kepada 90 pasien Covid-19 di RS Darurat Wisma Atlet. Ada dua produk yang akan diuji klinis. Yaitu, cordyceps militaris dan kombinasi herbal yang terdiri atas rimpang jahe merah dan herbal lain.
Di tempat lain, tim ventilator Universitas Indonesia (UI) menyerahkan dua unit ventilator lokal karya UI bernama COVENT-10. Dua ventilator lokal itu diserahkan ke RSCM Jakarta sebagai bagian uji klinis kepada manusia. Dekan Fakultas Teknik UI Hendri D.S. Budiono bersyukur karena ventilator akhirnya bisa masuk tahap uji klinis kepada manusia.
Ventilator lokal itu memiliki sejumlah keunggulan. Antara lain, wujudnya sederhana dan bisa digunakan di fasilitas kesehatan mulai ambulans sampai IGD.
’’COVENT-20 telah dinyatakan lulus uji produk untuk mode ventilasi CMV dan CPAP di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) April lalu,’’ kata Ketua Tim Ventilator UI Dr Basari. Dia juga mengatakan sudah menyelesaikan uji praklinis kepada hewan.
Sementara itu, di Amerika Serikat (AS), pengembangan vaksin Covid-19 menemukan harapan baru. Perusahaan bioteknologi di Cambridge, Massachusetts, AS, Moderna mengumumkan bahwa mereka telah melakukan uji coba pertama vaksin korona untuk manusia. Relawan yang dites mampu menghasilkan antibodi untuk menghalangi infeksi virus SARS-CoV-2.
Chief Medical Officer Moderna Tal Zaks mengatakan, pihaknya melakukan uji coba kepada 45 orang sehat. Untuk tahap pertama, mereka memeriksa kualitas antibodi pada delapan relawan. Semuanya menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh mereka sudah bisa melawan Covid-19. ’’Ini jelas kabar baik bagi banyak orang,’’ ungkapnya seperti dikutip dari CNN kemarin (19/5).
Zaks mengatakan, fase pertama memang belum menjadi bukti kuat bahwa vaksin tersebut bakal manjur. Namun, delapan peserta uji coba jelas menunjukkan adanya kemungkinan itu. Delapan orang tersebut berhasil mengembangkan antibodi yang bisa mengikat virus serta mencegahnya menggandakan diri.
Menurut temuan sementara, relawan yang diberi vaksin dengan dosis 250 mikrogram mengalami demam. Yang mendapat dosis di bawahnya, yakni 25−100 mikrogram, tak mengalami efek samping tersebut. Zaks mengatakan bahwa Moderna bakal menerapkan dosis 25−100 mikrogram pada fase selanjutnya. ’’Dengan perkembangan saat ini, vaksin tersebut mungkin bisa diedarkan antara Januari hingga Juni tahun depan,’’ ungkap Zaks.
Moderna merupakan satu di antara delapan perusahaan yang sudah menguji vaksin mereka kepada manusia. Dua lainnya juga merupakan perusahaan asal AS, yakni Pfizer dan Inovio. Empat vaksin dikembangkan di Tiongkok. Vaksin terakhir dikembangkan oleh University of Oxford, Inggris.