Stimming, Gerakan Berulang Untuk Meredakan Kecemasan
Jakarta, BI [16/11] – Stimming adalah tindakan berulang yang dilakukan untuk merangsang indra tertentu pada tubuh. Kondisi ini biasanya dialami oleh siapa pun, tetapi lebih sering terjadi pada orang dengan autisme. Meski bukan kondisi yang berbahaya, stimming tetap perlu dikelola dengan baik.
Stimming biasanya dilakukan sebagai cara seseorang untuk menenangkan diri, mengatasi kecemasan, atau mendapatkan kenyamanan dalam situasi yang menimbulkan stres.
Stimming juga bisa melibatkan semua pancaindra, seperti penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, atau pengecapan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah jenis stimming beserta contohnya:
Stimulasi sentuhan, contohnya menggosok atau menggaruk kulit, memutar-mutar rambut, membuka dan menutup kepalan tangan, mengetukkan jari pada objek, atau menggerak-gerakkan tangan atau lengan
Stimulasi visual, contohnya menatap cahaya dalam waktu lama, mengedipkan mata terus-menerus, memutar mata, melihat benda berputar, atau menggerakkan jari di dekat mata
Stimulasi pendengaran, contohnya menggumam, bersenandung, batuk berkali-kali, atau mengulang kata atau suara tertentu
Stimulasi penciuman, contohnya mencium atau mengendus benda dan menjilati benda.
Stimulasi gerakan, contohnya mengayunkan tangan atau kaki, menggoyangkan tubuh, serta berjalan mondar-mandir.
Stimulasi oral, seperti mengunyah atau menggigit benda
Mengapa Stimming Terjadi?
Stimming dapat terjadi sebagai respons terhadap ketegangan emosional, seperti stres, cemas, marah, dan frustrasi. Perasaan senang, sedih, dan bosan juga bisa memicu seseorang melakukan gerakan berulang.
Stimming dapat memicu pelepasan zat alami beta-endorfin. Zat ini berfungsi mirip dengan “obat penenang,” sehingga seseorang merasa lebih tenang dan nyaman. Selain itu, beta-endorfin juga dapat merangsang pelepasan dopamin yang berkontribusi pada perasaan senang.’
Perasaan bahagia dan nyaman yang dihasilkan dari stimming membuat seseorang cenderung mengulangi perilaku ini karena tubuh menjadi “terbiasa” dengan rasa nyaman yang muncul dari aktivitas tersebut. Dengan cara ini, stimming menjadi mekanisme koping yang membantu seseorang mengatasi stres, kecemasan, atau ketidaknyamanan.
Pada orang dengan autisme, stimming cukup mencolok dan lebih sering terjadi. Ini karena mereka merasakan rangsangan sensorik yang lebih tinggi, sehingga sensasi dari lingkungan sekitar bisa terasa lebih intens bagi mereka.
Misalnya, orang dengan autisme akan melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan tangan dengan antusias ketika melihat sesuatu yang menarik. Perilaku ini bukan hanya sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan, tetapi juga mengatasi kelebihan rangsangan atau menciptakan kenyamanan.
Selain itu, stimming juga umum dialami oleh orang dengan ADHD, tetapi ada sedikit perbedaan dengan autisme. Orang dengan ADHD menggunakan stimming untuk mengatasi emosi dan mendapatkan fokus yang lebih baik.
Cara Mengelola Stimming
Stimming umumnya tidak berbahaya. Namun, jika stimming melibatkan perilaku yang dapat melukai diri sendiri, seperti memukul kepala, menggigit kulit, atau mencakar tubuh, bisa berisiko menimbulkan cedera. Stimming yang berlebihan juga bisa mengganggu aktivitas, pekerjaan, atau interaksi sosial.
Oleh karena itu, stimming perlu dikelola agar terhindar dari dampak buruk tersebut. Berikut ini adalah cara mengelola stimming yang bisa Anda diterapkan:.
Cari tahu situasi yang memicu stimming, khususnya stimming yang mengganggu. Jika stimming disebabkan oleh stres atau kecemasan, meditasi atau latihan pernapasan dapat membantu meredakannya.
Cobalah mengganti perilaku stimming yang berbahaya ke kebiasaan lain yang lebih aman, seperti meremas bola atau memainkan mainan pop it.
Latih diri untuk mengontrol gerakan stimming menjadi lebih lembut, sehingga intensitasnya dapat berkurang. Misalnya, jika cenderung mengibas-ngibaskan tangan dengan kuat, bisa mulai mencoba menggoyangkan jari secara halus atau mengetukkan jari dengan pelan.
Untuk menghadapi orang dengan autisme yang mengalami stimming memang perlu kesabaran dan pengertian. Jika hal ini terjadi, jangan menghukum atau memarahinya karena justru akan membuatnya merasa tertekan atau cemas, yang bisa memperburuk perilaku stimming tersebut.
Berikanlah ruang untuk mengekspresikan diri agar dirinya merasa lebih tenang. Selanjutnya, arahkan secara perlahan ke aktivitas yang lebih aman untuk menyalurkan energinya tersebut.
Dalam beberapa kasus, terapi mungkin diperlukan apabila stimming sudah terlalu sering dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Terapi dapat berupa terapi okupasi untuk mengembangkan keterampilan sensorik atau terapi perilaku, seperti ABA (applied behavior analysis), yang bisa membantu mengarahkan perilaku menjadi lebih baik.
Jika diperlukan, dokter dapat memberikan obat-obatan, seperti risperidone atau aripiprazole, yang dapat membantu mengurangi gejala yang dapat memicu perilaku stimming.[*]