Konawe, BI – Bersama Greysia Polii, Apriyani mengalahkan pasangan China Chen Qingchen/Jia Yifan di partai final dengan skor 21-19 dan 21-15.
Kemenangan keduanya menjadi sejarah baru bagi Indonesia sebagai peraih emas pertama di sektor ganda putri pada ajang sebesar olimpiade. Sepanjang sejarah, wakil Indonesia belum pernah melaju hingga empat besar.
Khusus bagi Apriyani Rahayu, ini menjadi catatan gemilang kariernya. Pebulu tangkis kelahiran Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara tersebut juga memiliki rekor individualnya tersendiri.
Wanita berusia 23 tahun ini menorehkan namanya sebagai pemain ganda putri termuda di gelaran Olimpiade Tokyo 2020. Meski termuda, ia mampu menunjukkan mental kuat bermain bersama Greysia Polii yang memiliki rentang 10 tahun lebih tua darinya.
Bahkan, Olimpiade Tokyo 2020 merupakan debutnya tampil di gelaran akbar olahraga dunia tersebut. Semua hasil jerih payah Apriyani Rahayu tak diperolehnya dengan mudah.
Masa lalu sulit dilalui Apriyani Rahayu yang sejak kecil memang hobi bermain bulutangkis. Tapi tak seperti yang dibayangkan, Ani (sapaan akrabnya) berlatih bulutangkis dengan peralatan seadaanya.
Hal itu diceritakan sang Ayah, Amiruddin Pora di program iNews Prime, Ani berlatih tak menggunakan raket pada umumnya, tapi hasil rakitan Amiruddin.
“Awalnya masih ada gabah-gabahlah, kayu dibuat seperti raket disambung-sambung,” ceritanya dalam tayangan iNews Malam, Senin (2/8/2021).
Ani sendiri berlatih bulutangkis dengan peralatan seadanya, namun tak menyurutkan dirinya mengejar mimpi. Bakatnya ternyata diasah oleh sang ibu yang ternyata memang penggemar olahraga bulutangkis.
“Kebetulan ibunya penggemar bulutangkis, seringkali mewakili dinas-dinas sewaktu muda
“Jadi Omande yang mengajari Ani bermain bulutangkis,” tanya host Latief Siregar yang dibenarkan oleh ayah Apriyani. “Iya betul sekali,” ujarnya.
Apriyani pun harus membagi waktunya untuk latihan, sekolah dan membantu ayahnya berjualan sayur. Apriyani memang membantu orangtua-nya berjualan sayur. Berjualan sayur keliling di sekitar rumahnya, dengan cara itu dia memperoleh uang jajan semasa kecil.
Amiruddin menceritakan, hanya itu aktivitasnya sehari-hari, ditambah dengan latihan. Tidak latihan di gelangang olahraga, melainkan hanya belakang rumah.
“Pada saat kecil tidak ada kerjaan lainnya, hanya itu saja latihan. Saya bikinkan lapangan di belakang rumah,” tutur Amir.
Tapi, siapa sangka, berawal dari latihan di belakang rumah dengan raket rakitan ayahnya, Apriyani membuat Indonesia Raya berkumandang di Musashino Forest Plaza, Tokyo. Medali emas Olimpiade Tokyo 2020 pun dikalungkan di lehernya, selamat Apriyani Rahayu!(hel/okz)