Harga Tahu-Tempe Rentan Naik-Turun Karena Kedelai Tak Swasembada
Jakarta, BI – Kenaikan harga kedelai impor membuat para pelaku industri berharap pemerintah mengkaji ulang tata niaga kedelai. Terutama yang meliputi pengembangan kuantitas dan kualitas produksi kedelai lokal. Pengusaha menyebut ketergantungan yang sangat tinggi pada kedelai impor membuat pasar rentan saat harga bergolak.
Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Handoko Mulyo mengaku telah mengajukan tiga tuntutan ke pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertama, meminta pemerintah memegang kendali tata niaga kedelai agar stabilitas harga terjaga.
“Gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan produsen tahu tempe dan bisa membebani pedagang,” ujarnya, Senin.
Yang kedua, Puskopti DKI Jakarta meminta pemerintah merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Dia berharap produksi tahu bisa menggunakan kedelai dalam negeri. Sementara itu, kedelai impor bisa dimanfaatkan produsen tempe.
“Swasembada kedelai tidak berarti anti-impor. Tetapi, untuk menyeimbangkan,” tambah Handoko.
Sementara itu, tuntutan ketiga adalah evaluasi hasil produksi kedelai lokal. Data statistik menunjukkan bahwa produksi kedelai lokal rata-rata 800.000–900.000 ton tiap tahun. Angka produksi itu jauh di bawah kebutuhan kedelai dalam negeri.
“Produksi kedelai lokal masih jauh panggang dari api,” ujarnya.
Berdasar data Gakoptindo, kebutuhan kedelai untuk produksi anggota berkisar 150.000–160.000 per bulan. Artinya, tiap tahun kebutuhan kedelai berkisar 1,8 juta–1,92 juta ton.[jawapos]