Hong Kong

Harga Yang Harus Di Bayar Ani Untuk Jadi PMI

Menjadi Pekerja Migran Indonesia [PMI] bisa jadi menjadi pilihan terakhir setelah terdesak oleh berbagai masalah kehidupan, baik masalah keuangan mau pun masalah hubungan sosial.

Ani, 29 tahun asal Blitar bercerita tentang tujuannya ke Hong Kong dan pengorbanan apa saja yang telah dia berikan untuk kepergiannya ke Hong Kong selama ini pada Berita Indonesia.

Ani, memiliki anak satu laki laki yang saat ini sudah 12 tahun, artinya saat dia melahirkan usianya baru 17 tahun, Ani juga tidak menyelesaikan pendidikan SLTA nya karena mengandung.

“Hancur dari dua sisi, orang tua dan masa depan saya. dan itu kenyataan yang tidak bisa lagi saya bayar dengan uang atau pun dengan airmata darah, satu – satunya cara untuk memperbaiki keadaan ya saya memang harus bangkit.” katanya pada Berita Indonesia.

Sebelum memilih menjadi PMI dia juga pernah bekerja serabutan, pernah kerja di toko di warung hingga jualan makanan online. Namun seiring dengan tumbuh kembangnya anak Ani akhirnya memutuskan untuk bekerja ke Taiwan sebagai perawat orang tua.

Di Taiwan dia merawat orang tua perempuan dengan berat 80 kilo, ini tidak mudah bagi Ani yang saat itu usianya baru 21 tahun, meski dia masih suka rindu sama anak dan orangtuanya namun dia harus tetap semangat dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan lagi agar tidak menyesal.

Ani bercerita dalam kesehariannya dia biasa menggendong nenek yang bobotnya 80 kilo tersebut, dia juga mempelajari resep resep tradisional untuk menjaga satamina dan jadwal BAB nenek tersebut. Untuk resep dia diajari oleh anak – anak nenek yang tidak tinggal serumah.

Ditanya apakah tidak berat bekerja merawat nenek gemuk yang sudah tidak dapat berjalan? Ani menjawab: tentu saja berat dan itu hampir membuatnya putus asa, untung saja neneknya memiliki kata-kata yang baik dan bijak dalam setiap harinya.

Tiga tahun Ani bekerja dengan nenek itu hingga badanya kurus, dia rasa untuk kali ini sudah cukup disini saja. dia izin dan pulang. Dalam proses kepulangannya dia juga mendaftarkan dirinya kepada agen tenaga kerja untuk proses mencari majikan baru.

Ani pulang cuti, dia akhirnya bisa melihat anaknya yang sudah bertumbuh menjadi besar, di juga bisa melihat orang tuanya yang masih sehat dan berkecukupan. Ani juga menyelesaikan status pernikahannya karena suaminya menghamili perempuan lain.

Untuk kontrak pertama ini Ani berkorban hati, rindu yang dibayar dengan perceraian dengan status anak ikut Ani.

Dua bulan dirumah dia kembali lagi ke Taiwan dengan majikan dan status dirinya yang berbeda, disini dia merawat nenek yang masih bisa berjalan meskipun sudah tidak kuat lagi, tapi setidaknya Ani tidak menggendongnya setiap mau beraktivitas. Ani senang karena nenek ini juga tidak begitu susah untuk mengikuti peraturan, baik atuan makan, minum obat mau pun aturan jalan – jalan.

Singkat cerita dalam urusan pekerjaan di rumah tangga baru ini dia tidak ada masalah, namun yang bermasalah itu dirinya yang mulai berani pacaran dengan “garangan”, laki – laki yang maunya hanya bersenang – senang saja.

Ani kenal laki – laki ini dari seorang teman sesama PMI, dan tau apa nama dari rasa hatinya itu dia jalani hubungan. Dengan asal kabupaten yang berdampingan Ani tidak merasa takut ditipu atau di bodohi, apalagi dengan berjalannya waktu orangtua pacarnya juga suka bertegur sapa dengan Ani melalui video hingga main kerumah Ani sebagai tanda perkenalan dengan keluarga masing – masing.

Kalau orang tua sudah saling berkunjung itu berarti sudah ada keseriusan dari keduabelah fihak, namun kalau tidak jodoh ada saja yang menyebabkan mereka buyar. Seseorang telah menyabotase nomor telpun Ani dan memberikan kisah dan kabar yang tidak baik dengan cara “yang baik” kepada calon suaminya dan dia percaya begitu saja.

“saya tahu sebenarnya siapa yang merusak hubungan kami, tapi saya tidak ambil reaksi apapun karena itu percuma saja, kalau dia percaya dengan saya kenapa harus dengarkan orang berbicara apa tentang saya.” kata Ani.

Terlepas dari apa kata orang lain jika sudah menjalani hubungan baik sebagaiknya juga dikonfirmasi dengan baik – baik pula, namun faktanya dia hanya menghindar dan menghindar hingga akhir mutusin hubungan dan tiba -tiba sudah punya pacara baru.

Kontrak dua belum selesai saya sudah harus membayar dengan harga “malu” dengan keluarga besarku di rumah, kami sudah lamaran tapi bubar begitu saja. Orangtuaku juga malu, bahkan ayahku sampai jatuh sakit karena berita buruk ini.

Sebenarnya saya tidak bisa menerima perpisahan ini tapi saya harus menerimanya, pikiran saya mulai oleng untuk pergi dari rumah majikan dan menjalani kerja swasta/ilegal di pabrik, saya benar- benar ingin merubah kebiasaan saya sehari – hari agar bisa lupa dengan semua yang telah terjadi padaku.

Benar saja, akibat pengaruh teman aku pun memberanikan diri untuk “brik kontrak ” dan minggat dari rumah majikan, tujuan saya pergi kerumah teman lama yang “brik” dan tinggal di kos kosannya.

Benar, saya merasa bebas setelah lepas dari rutinitas mengurus nenek, besoknya teman saya mendaftarkan saya ke pabriknya dan saya diterima. Akhirnya saya bekerja di pabrik kain dengan sistim kerja sip sipan.

Belum juga genap 3 bulan saya bekerja pabrik sudah kena rasia imigrasi hingga saya ikut ditangkap, saat itu teman Indonesia saya ada 7 termasuk saya, tapi yang di bawa mobil ada 24 an orang. Kami di introgasi dan dipenjara hingga bos pabrik datang dan membayar semua denda.

Kami bebas tapi tidak di Taiwan, kami dikawal pergi ke bandara dan langsung pulang Surabaya untuk deportasi.

Saya tidak langsung pulang tapi pemnyempatkan diri telpun orantua, saya bilang saja kalau saya sudah pulang ke Indonesia tapi masih di Surabaya, tepatnya di PJTKI. Padahal saya pulang kerumah teman saya.

Kesokan harinya ibu saya bertelpon dan menanyakan tentnang kapan pulang kerumah dan akhirnya saya cerita tentnag saya yang dideportasi dan pernah masuk penjara karena kerja ilegal dan lain sebagainya.

Ibu saya bertelepon dengan cara ‘loud speaker’ jadi ayah saya yang sudah sakit – sakitan ikut mendengar, alhasil ayah saya jatuh sakit hingga struk. hati saya hancur berkeping – keping. Saya membayar kisah kerja ilegal,penjara dan deportasi dengan “struk” ayah.

Saya pulang tahun 2021 akhir, situasi masih pandemi. Sebelum pulang ke rumah saya juga sempat tertular covid di Surabaya jadi butuh waktu lebih lama untuk kembali pulang, tahun baru 2022 saya sampai rumah dan benar-benar sedih melihat kondisi ayah saya.

Saya dirumah membatu ibu merawat ayah, saya juga proses jadi PMI ke Hong Kong untuk menyelesaikan misi saya yang belum usai. Karena situai masih tutup di Hong Kong proses visa kerja juga butuh waktu lebih panjang, berbekal pengalaman saya merawat orang struk saya bisa membuat ayah saya lebih baik. Ayah juga sudah mulai berjalan – jalan meski harus pakai tongkat dan pelan – pelan.

Pada awal juli 2022 saya berangkat jadi PMI lagi, kali ini tujuan Hong Kong. Meski tidak semudah yang orang pikirkan tapi saya masih bisa pegang pekerjaan saya di rumah majikan yang ini.

Belum genap satu tahun dirumah majikan ini saya sudah harus membayar dengan “ayahku yang meninggal’. Saya juga sedih tapi semua harus terjadi karena usia makluk itu ada di tangan Allah. Apa yang bisa saya lakukan untuk saat ini hanyalah dengan bersabar dan tetap bekerja untuk masa depan tanpa pacar paracan dan ilegal ielgalan.. [id]

 

 

 

 

 

 

 

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Terkait

Back to top button
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x

AdBlock Terdeteksi!

Silahkan matikan / whitelist website ini jika anda menggunakan AdBlock Extension. Iklan dari website ini sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis kami. Terima Kasih. - Please turn off / whitelist this website if you're using AdBlock Extension. Advertising from this website is vital for the sustainability of our business. Thank You.